GALERI KU HAL YANG MEMBUATKU SANGAT SENANG KETIKA DIWAKTU LUANG MENGENANG MASA SEKOLAH
Widget Animasi

Kamis, 20 Februari 2020

Makalah Teori Akuntansi : Struktur Teori Akuntansi


MAKALAH TEORI AKUNTANSI
STRUKTUR TEORI AKUNTANSI

DISUSUN OLEH : KELOMPOK I
1. MAWADDA TURAHMA (1710091510657)
2. RAHMAWATI OCTAFIA (1710091510677)

S1 AKUNTANSI V/A
DOSEN PEMBIMBING: HELMIATI, SE, M, Ak
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) - BANGKINANG
BANGKINANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, puja dan puji hanya layak tercurahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas semua limpahan nikmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak diteladani.
Makalah ini dibuat dalam rangka mengikuti Program Pembelajaran Teori Akuntansi mengenai Struktur Teori Akuntansi.
Banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam membuat makalah ini tetapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas mandiri ini dengan baik dan tepat pada waktunya, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Helmiati, SE, M. Ak selaku Dosen Pengajar.
Penulis menyimpulkan bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat khususnya bagi Penulis dan Pembaca pada umumnya.

Bangkinang Kota, 28 September 2019

PENULIS

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 3
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................ 3
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................ 3
1.3 TUJUAN PENULISAN......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4
2.1 KONSEP TEORITIS AKUNTANSI..................................................... 4
2.2 PRINSIP DASAR AKUNTANSI.......................................................... 9
2.3 STANDAR (TEKNIK) AKUNTANSI................................................... 22
BAB III PENUTUP......................................................................................... 26
3.1 KESIMPULAN...................................................................................... 26
3.2 SARAN.................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Apresiasi penuh pada lingkup akuntansi sekarang dan masa mendatang tergantung pada pemahaman teknik akuntansi maupun struktur teori akuntansi di mana teknik diturunkan. Pengembangan struktur teori akuntansi untuk memberikan justifikasi(pertimbangan) yang lebih baik  pada aturan-aturan dan teknik-teknik yang telah ada dimulai dengan pengujian yang dilakukan oleh Paton tentang pondasi dasar akuntansi.
1.2     Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan diatas, maka dapat diambil rumusan permasalahan sebagai berikut :
a.    Apakah konsep-konsep teoritis akuntansi ?
b.    Seperti apakah prinsip-prinsip dasar akuntansi ?
c.    Apa saja standar (teknik) dari akuntansi ?
1.3     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.    Untuk memaparkan tentang konsep teoritis akuntansi.
2.    Untuk memaparkan prinsip dasar akuntansi.
3.    Untuk memaparkan standar (teknik) dari akuntansi.
4.    Sebagai salah satu bentuk penyelesaian tugas selaku Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE Bangkinang.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Konsep Teoritis Akuntansi
Konsep teoritis akuntansi adalah pernyataan yang dapat membuktikan kebenarannya sendiri (aksioma), yang sudah diterima umum karena kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan sifat-sifat akuntansi yang berperan dalam ekonomi bebas yang ditandai dengan adanya pengakuan terhadap kepemilikan pribadi. Konsep ini sesungguhnya terkait dengan masalah kepemilikan atau pengendalian terhadap entitas akuntansi yang akan dilaporkan. Berikut adalah sejumlah konsep teori yang digunakan dalam perumusan prinsip dasar akuntansi:
1.    Teori Kepemilikan (Proprietory Theory)
Menurut konsep teori ini, entitas hanyalah merupakan agen atau wakil dari pemilik (proprietor). Oleh karena itu, yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah pemilik, bukan entitas. Tujuan utama dari konsep teori ini adalah menentukan dan menganalisis besarnya kekayaan bersih yang menjadi hak pemilik. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut.
Aktiva ‒ Kewajiban = Ekuitas
 

Pemilik berhak atas aktiva, setelah dikurangi dengan kewajiban. Kekayaan bersih pemilik dihitung sebesar selisih antara aktiva dengan kewajiban. Konsep teori ini berorientasi pada pos neraca. Aktiva dinilai dan neraca disajikan untuk mengetahui dan mengukur perubahan yang terjadi dalam hak dan kekayaan pemilik. Pendapatan dianggap sebagai penambah kekayaan, sedangkan beban sebagai pengurang kekayaan pemilik. Beberapa contoh istilah akuntansi dan metode pencatatan investasi yang dipengaruhi oleh konsep teori ini adalah dividen per saham, laba per saham, dan metode ekuitas.

2.    Teori Entitas (Entity Theory)
Menurut konsep teori ini, entitas (perusahaan) merupakan badan yang terpisah dan harus dibedakan dari pemilik. Yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan juga kewajiban kepada kreditur maupun pemegang saham. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut:
Aktiva = Ekuitas
Aktiva = Kewajiban + Ekuitas Pemegang Saham
 



Aktiva merupakan hak milik perusahaan (entitas), sedangkan ekuitas merupakan sumber aktiva yang berasal dari kreditur dan pemegang saham. Jadi, entitas memiliki kewajiban kepada kreditur dan pemegang saham. Kreditur dan pemegang saham merupakan pemilik perusahaan, dimana entitas berhutang.
Konsep teori ini berorientasi pada angka laba yang tersaji dalam laporan laba rugi. Laba merupakan milik entitas sebelum dibagikan kepada pemilik. Pertanggung jawaban pada pemilik dilakukan dengan cara mengukur kinerja operasi dan keuangan entitas. Laba entitas akan membuat ekuitas naik, dan menyebabkan meningkatnya kewajiban entitas kepada pemilik. Setelah dikurangi dengan kewajiban kepada kreditur, kenaikan ekuitas terjadi setelah deviden diumumkan (dibagikan) kepada pemegang saham dan laba ditahan diinvestasikan kembali ke dalam entitas. Pajak dianggap sebagai bagian dari laba entitas yang akan dikurangkan untuk pemerintah, sedangkan bunga pinjaman dan deviden merupakan bagian dari laba entitas yang akan dibagikan atau dibayarkan kepada kreditur dan pemegang saham.
3.    Teori Dana (Fund Theory)
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah pada sekelompok aktiva yang penggunaannya telah dibatasi untuk membayar atau memenuhi sejumlah kewajiban tertentu.
Aktiva = Pembatasan Aktiva
Aktiva yang penggunaannya dibatasi ini dinamakan sebagai "fund/dana", dimana masing-masing pos dana memiliki ketentuan dan tujuan penggunaan yang berbeda. Dengan demikian, konsep teori ini menganggap bahwa entitas merupakan suatu unit dana, dimana kewajiban tertentu ditetapkan sebagai batasan-batasan terhadap penggunaan aktiva. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut:


Dalam konsep teori ini, unit akuntansi didefinisikan sebagai aktiva yang penggunaan aktiva ini sifatnya terbatas. Konsep teori ini berorientasi pada laporan sumber dan penggunaan dana, yaitu laporan yang menggambarkan dari mana dan untuk apa sumber dana diperoleh dan dikeluarkan. Umumnya konsep teori ini diterapkan pada organisasi pemerintah atau organisasi nirlaba, penggunaan atas dana-dana tertentu dikendalikan berdasarkan pada pos-pos pembiayaan yang telah ditentukan.
4.    Teori Perusahaan (Enterprise Theory)
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari penyajian informasi akuntansi adalah pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep teori ini lahir seiring dengan kemajuan sosial dan perkembangan zaman, meningkatnya pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat di sini bukan hanya pemilik, manajemen, dan pegawai perusahaan, tetapi juga termasuk kreditur, pemerintah, pemasok, pembuat kebijakan (regulator), pelanggan, dan masyarakat luas.
Menurut konsep teori ini, pelaporan akuntansi jangan hanya menyediakan informasi untuk pemilik saja, tetapi juga ditujukan untuk pihak-pihak lainnya yang telah turut memberikan kontribusi (baik langsung maupun tidak langsung) bagi perkembangan, kemajuan, dan kesinambungan perusahaan. Beberapa contoh dari penerapan konsep teori ini adalah dikembangkannya pelaporan akuntansi untuk sumber daya manusia, akuntansi lingkungan, dan akuntansi sosial ekonomi.
5.    Teori Ekuitas Residual (Residual Equity Theory)
Konsep teori ini sebenarnya merupakan bagian dari entity theory atau bisa juga disebut sebagai gabungan antara teori kepemilikan(proprietory theory) dan teori entitas(entity theory). Yang menjadi pusat perhatian dari pelaporan akuntansi adalah pemegang saham biasa. Investor saham biasa merupakan pemilik perusahaan yang sesungguhnya dalam perusahaan perseroan (corporation). Investor saham biasa memiliki bagian atau hak kepemilikan sisa (residu) atas aktiva perusahaan, setelah hak kreditur dan pemegang saham preferen dipenuhi. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut:
Aktiva ‒ Kewajiban – Ekuitas Preferan= Ekuitas Residu
 

Setiap lembar saham biasa akan memberikan pemegang saham hak suara untuk menentukan perihal perusahaan, memperoleh bagian atas laba perusahaan/deviden, membeli lebih dahulu tambahan saham biasa baru yang diterbitkan perusahaan agar dapat mempertahankan besarnya prosentase kepemilikan dalam jumlah yang sama (pre-emptive right), dan hak untuk mendapatkan sisa klaim (residual claim) setelah klaim kreditur dan pemegang saham preferen atas aktiva perseroan dipenuhi/saat likuidasi.
Untuk menarik lebih banyak investor, perusahaan dapat menerbitkan saham preferen yang memberikan beberapa hak istimewa kepada pemegangnya. Umumnya, pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dalam hal pembagian deviden dan aktiva perusahaan pada saat likuidasi dan menerima deviden secara teratur dibanding pemegang saham biasa. Akan tetapi, pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara seperti halnya pemegang saham biasa.
Kreditur dan pemegang saham preferen dianggap sebagai ekuitas spesifik (specific equity), beda dengan pemegang saham biasa yang merupakan ekuitas residual (residual equity). Dengan memusatkan perhatian pada residual equity, maka penyajian informasi akuntansi untuk pengambilan keputusan akan menjadi lebih mudah dan terfokus pada kepentingan pemegang saham biasa semata.
6.    Teori Komandan (Commander Theory)
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari penyajian informasi akuntansi adalah bukan pada pemilik maupun entitas, melainkan pada pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau wewenang untuk melakukan pengendalian ekonomi secara efektif atas sumber daya perusahaan. Penekanan informasi menurut konsep teori ini adalah terletak pada pertanggungjawaban atau kepengurusan (stewardship), dengan kata lain bagaimana pihak-pihak yang telah diberikan kepercayaan (commander) mengelola sumber daya perusahaan yang dipercayakannya tersebut.
7.    Teori Investor (Investor Theory)
Aktiva = Ekuitas Khusus + Ekuitas Residu
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian  dari penyajian informasi akuntansi adalah mereka yang tergolong sebagai ekuitas spesifik dan ekuitas residual. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang termasuk sebagai ekuitas spesifik adalah para kreditur dan pemegang saham preferen, sedangkan pemegang saham biasa merupakan residual equity. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut:

Konsep teori ini hampir sama dengan teori ekuitas residual, bedanya adalah teori ekuitas residual hanya memusatkan perhatian pada investor saham biasa saja, sedangkan dalam teori ini memusatkan perhatian pada kreditur dan juga investor (baik investor saham biasa atau preferen). Pada umumnya, kreditur dan investor membutuhkan informasi akuntansi untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas di masa yang akan datang. Kas yang akan diterima oleh kreditur dan investor sangat tergantung pada: (1) kemampuan debitur dan investee dalam melakukan pembayaran kas, (2) keinginan atau komitmen dari manajemen debitur dan investee untuk membayar kreditur dan investor, dan (3) prioritas pembayaran terhadap klaim kreditur dan investor. Dalam konsep teori ini, peranan laporan arus kas sangat penting untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur dan investor dalam proses pengambilan keputusan.
2.2     Prinsip Dasar Akuntansi
Prinsip dasar akuntansi adalah prinsip atau sifat-sifat yang mendasari akuntansi dan seluruh hasil outputnya, termasuk laporan keuangan yang dijabarkan dari tujuan laporan keuangan, postulat akuntansi, dan konsep teoritis akuntansi, serta menjadi dasar bagi pengembangan teknik atau prosedur akuntansi yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan. Ada banyak pihak yang memberikan pandangan secara berbeda tentang apa saja yang termasuk sebagai prinsip dasar akuntansi. 
Berikut adalah 9 prinsip dasar akuntansi menurut APB Statement No. 4:
1)   Cost Principle (Prinsip Biaya)
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum mengharuskan sebagian besar aktiva dan kewajiban diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga perolehan (biaya historis). Biaya historis ini merupakan dasar penilaian yang tepat untuk mencatat perolehan barang dan jasa. Menurut APB Statement No. 4, harga perolehan (cost) didefinisikan sebagai suatu jumlah tertentu yang diukur dalam bentuk uang dari kas yang dibelanjakan, atau barang lain yang diserahkan, modal saham yang dikeluarkan, jasa yang diberikan, atau utang yang dibebankan sebagai imbalan dari barang dan jasa yang diterima atau akan diterima.
Harga perolehan dapat dibedakan menjadi biaya kedaluwarsa(expired cost) dan biaya belum kedaluwarsa(unexpired cost). Unexpired cost (biaya yang belum kadaluwarsa) adalah pengeluaran-pengeluaran yang belum menjadi beban dalam periode berjalan, akan tetapi ditangguhkan lebih dahulu sebagai aktiva dan baru akan menjadi beban untuk pemakaian manfaat dalam periode akuntansi berikutnya, sedangkan expired cost (biaya yang telah kadaluwarsa)  adalah pengeluaran-pengeluaran yang telah menjadi beban (melalui penerimaan manfaat) dalam periode berjalan dan beban ini akan dikurangkan atau ditandingkan langsung dengan pendapatan periode berjalan.

Prinsip biaya historis atau harga perolehan memiliki keterkaitan langsung dengan asumsi unit moneter. Asumsi ini memungkinkan akuntansi untuk mengkuantifikasi (mengukur) setiap transaksi bisnis atau peristiwa ekonomi ke dalam nilai uang. Dalam asumsi unit moneter berlaku ketentuan atau anggapan bahwa nilai daya beli adalah konstan, sesuai dengan asumsi stable monetary unit, yang berarti mengabaikan efek inflasi. Padahal pada kenyataannya, nilai uang atau kemampuan daya beli selalu tidak stabil atau berubah dari waktu ke waktu. Penggunaan biaya historis untuk mencatat perolehan aktiva telah mengabaikan dampak dari perubahan nilai. FASB sedikit demi sedikit mulai berkeyakinan bahwa informasi yang disajikan berdasarkan nilai pasar wajar adalah lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan dibandingk dengan biaya historis. Pengukuran dengan menggunakan nilai wajar, menyediakan gambaran yang lebih baik tentang nilai aktiva dan kewajiban perusahaan serta menyediakan dasar lainnya untuk menilai prospek arus kas di masa mendatang.
2)   Revenue Principle (Prinsip Pendapatan)
Pada umumnya pendapatan ditafsirkan sebagai:
a)    Arus masuk aktiva bersih sebagai akibat dari penjualan barang dan jasa,
b)   Arus keluar barang dan jasa dari perusahaan kepada pelanggan, dan
c)    Produksi perusahaan sebagai akibat dari semata-mata penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama periode tertentu.
Perbedaan dalam penafsiran ini timbul karena adanya 2 pandangan yang berbeda mengenai apa yang termasuk sebagai pendapatan (revenue). Secara luas, pendapatan termasuk seluruh hasil perusahaan dan kegiatan investasi. Dengan kata lain, yang termasuk sebagai pendapatan adalah seluruh perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, yang timbul dari kegiatan produksi (penjualan barang dan pemberian jasa), dan dari keuntungan yang berasal dari penjualan aktiva maupun hasil investasi lainnya.
Pandangan ini dianut oleh Accounting Terminology Bulletin No.4 yang menjelaskan definisi pendapatan sebagai berikut:
“pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa, yang diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada langganan (klaim atas barang dan jasa), juga termasuk keuntungan dari penjualan atau pertukaran aktiva (kecuali surat berharga), hak deviden dari investasi, dan kenaikan lainnya dalam ekuitas pemilik, tidak termasuk setoran atau investasi dari pemilik”.
Secara sempit, pendapatan hanya berasal dari kegiatan produksi saja, tidak termasuk keuntungan yang berasal dari penjualan aktiva dan investasi. Pandangan ini membedakan istilah pendapatan dengan keuntungan. AAA pada tahun 1957 mendefinisikan laba bersih (net income) sebagai berikut:
“kelebihan pendapatan dibandingkan dengan beban, ditambah atau dikurangi dengan keuntungan atau kerugian perusahaan yang berasal dari penjualan, pertukaran, atau penggantian aktiva lainnya.
Laba bersih berasal dari transaksi pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Transaksi-transaksi ini diikhtisarkan dalam laporan laba rugi. Akuntan telah mengadopsi pendekatan transaksi (transaction approach) dalam mengukur laba atau rugi bersih, yang menekankan pada perhitungan langsung antara pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Pendekatan transaksi ini, kadang-kadang dikenal sebagai metode penandingan (matching method). Laba dihasilkan dari selisih antara sumber daya masuk (pendapatan dan keuntungan) dengan sumber daya keluar (beban dan kerugian) selama periode waktu tertentu.
Kerangka kerja konseptual FASB mengidentifikasi 2 kriteria yang seharusnya dipertimbangkan dalam menentukan kapan pendapatan seharusnya diakui, yaitu:
(1) telah direalisasi atau dapat direalisasi, dan
(2) telah dihasilkan/telah terjadi


Pendapatan dikatakan telah direalisasi jika barang atau jasa telah dipertukarkan dengan kas. Pendapatan dikatakan dapat direalisasi apabila aktiva yang diterima dapat segera dikonversi menjadi kas. Pendapatan dianggap telah dihasilkan atau telah terjadi (earned) apabila perusahaan telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hak atas pendapatan tersebut.
Kedua kriteria di atas umumnya terpenuhi pada saat titik penjualan, dimana pendapatan akan diakui ketika barang telah dikirim atau jasa telah diberikan ke pelanggan. Atau dengan kata lain, pendapatan diakui ketika perusahaan telah memberikan sebagian besar barang atau jasa yang dijanjikannya kepada pelanggan (dalam hal ini, pendapatan dikatakan telah dihasilkan atau telah terjadi melalui penyelesaian secara substansial aktivitas yang terlibat dalam proses pembentukan pendapatan) dan ketika pelanggan telah memberikan pembayaran (telah direalisasi) atau setidaknya janji pembayaran yang sah kepada perusahaan (dapat direalisasi). Pengakuan pendapatan pada saat titik penjualan ini umumnya menyediakan pengujian yang lebih seragam, objektif, dan logis.
Sebagai pengecualian dari pengakuan pendapatan yang dilakukan pada saat titik penjualan, pendapatan juga dapat diakui pada saat: (1) proses produksi masih berlangsung, (2) akhir produksi, (3) pada saat kas diterima.
Pengakuan pendapatan yang dilakukan pada saat sebelum kontrak atau proyek selesai diperbolehkan khususnya untuk beberapa kontrak konstruksi jangka panjang. Jika barang atau jasa dikontrak di muka dan periode produksi atau pelaksanaan (pemberian) jasa melebihi satu tahun, maka metode prosentase penyelesaian proyek atau metode kinerja proporsional diterapkan untuk mengakui pendapatan pada beberapa titik siklus produksi atau jasa. Dalam hal ini, pendapatan diakui secara bertahap seiring dengan proses kemajuan atau tingkat penyelesaian proyek, dan tidak menunggu sampai selesainya proyek atau pelaksanaan jasa. Jadi, walaupun secara teknis belum ada transfer kepemilikan barang (karena proses produksi masih berlangsung), namun pendapatan dianggap telah dihasilkan atau telah terjadi pada berbagai proses konstruksi.
Kadangkala, pendapatan bisa juga diakui setelah proses produksi berakhir tetapi sebelum penjualan terjadi. Ini dapat dilakukan jika pasar atas produk yang dihasilkan telah tersedia, dan penjualan praktis terjamin tanpa memerlukan usaha yang berarti. Contoh dari situasi ini dapat terjadi pada jenis produk logam tertentu atau produk pertanian tertentu yang dimana adanya jaminan pasar dan kepastian harga dari pemerintah. Dalam situasi ini, pendapatan diakui ketika proses penambangan (pendulangan) atau produksi telah selesai (masa panen), karena proses pembentukan pendapatan dianggap telah selesai (secara substansial) mengingat adanya kepastian penjualan.
Pendapatan bisa juga diakui pada saat kas diterima jika tingkat kolektibilitas (tertagihnya) piutang atas produk atau jasa yang dijual meragukan. Dalam hal ini, pendapatan akan diakui pada saat kas diterima (bukan pada saat penjualan). Contoh dari situasi ini adalah dalam kasus penjualan real estate (dengan metode penjualan cicilan). Dalam metode penjualan cicilan, penerimaan kas terjadi melalui cicilan secara berkala sepanjang periode waktu yang cukup lama. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode cicilan ini dapat dibenarkan jika resiko tidak tertagihnya piutang begitu besar.
3.  Matching Principle (Prinsip Pencocokan)
Ketika bagian akuntansi suatu perusahaan akan menyiapkan laporan keuangan, mereka menyadari bahwa periode pembukuan perusahaan yang akan dilaporkannya dapat dibagi ke dalam beberapa periode. Dengan menggunakan konsep periode akuntansi ini, akuntan harus berhati-hati dan setepat mungkin dalam menentukan berapa besarnya jumlah pendapatan dan beban yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Untuk menentukan besarnya jumlah pendapatan dan beban secara tepat dalam periode yang tepat, ada 2 pilihan yang tersedia yang dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan oleh akuntan, yaitu cash basisi (basis kas) dan accrual basisi (basis akrual).

Apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan cash basis, maka pendapatan dan beban akan dilaporkan dalam laporan laba rugi dalam periode dimana uang kas diterima (pendapatan) atau uang kas dibayarkan (beban). Besarnya laba bersih atau rugi bersih yang dihasilkan dari selisih antara pendapatan dengan beban, akan mencerminkan jumlah bersih uang kas yang dihasilkan (untuk net income) atau jumlah bersih uang kas yang dikeluarkan (untuk net loss).
Sedangkan apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan accrual basis, maka pendapatan maupun beban akan dilaporkan dalam laporan laba rugi dalam periode dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa memperhatikan arus kas masuk ataupun arus kas keluar. Sebagai contoh adalah (dalam perusahaan jasa) bahwa pendapatan akan segera langsung diakui begitu perusahaan telah memberikan jasanya (performed) kepada pelanggan (secara substansial ekonomi, proses pembentukan pendapatan telah selesai). Baik apakah sudah menerima pembayaran maupun belum, perusahaan yang telah memberikan jasanya tersebut akan langsung mengakuinya sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dalam periode dimana jasa tersebut telah diberikan kepada pelanggan. Perlakuan yang sama juga berlaku untuk pengakuan beban. Beban akan segera langsung diakui dalam periode dimana beban tersebut memang benar-benar sudah terjadi, meskipun belum dibayarkan (belum ada arus uang kas yang keluar).
Dengan basis akrual, beban-beban yang terkait dengan penciptaan pendapatan haruslah dilaporkan dalam periode yang sama dimana  pendapatan tersebut juga diakui. Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban yang terkait dalam periode yang sama dinamakan sebagai konsep penandingan (matching concept).
4. Objectivity Principle (Prinsip Objektivitas)
Prinsip ini sesungguhnya memiliki keterkaitan langsung dengan cost principle (prinsip harga perolehan). Harga perolehan (biaya historis) memiliki keunggulan dibandingkan dengan atribut pengukuran lainnya, yaitu lebih dapat dihandalkan.
Secara umum, pengguna laporan keuangan lebih memilih menggunakan biaya historis karena memberikan tolak ukur yang lebih dapat dipercaya (lebih obyektif). Harga perolehan akan memberikan angka yang sama bagi siapapun juga orangnya yang diminta untuk melaporkan harga beli dari sebuah aktiva yang sama. Inilah yang disebut obyektif. Berbeda dengan penentuan atas besarnya nilai wajar dari sebuah aktiva, dimana aktiva yang sama mungkin saja dinilai secara berbeda oleh orang yang berbeda. Oleh sebab itu, penilaian dengan menggunakan atribut pengukuran nilai wajar dianggap lebih bersifat subyektif. Dalam praktek, penilaian dengan menggunakan nilai wajar mungkin akan berguna bagi jenis aktiva dan kewajiban tertentu serta dalam industri tertentu. Sebagai contoh adalah untuk mencatat instrumen keuangan derivatif, sekuritas investasi, dan jenis persediaan tertentu.
Manfaat laporan keuangan akan sangat tergantung pada tingkat kepercayaan pemakai akan prosedur pengukuran yang digunakan. Untuk memberikan keyakinan ini, akuntan menggunakan prinsip objektivitas sebagai dasar pembenaran atas pilihan suatu ukuran atau prosedur. Objektivitas sesungguhnya merupakan realitas yang dikemukakan oleh pihak luar yang independen dari orang yang merasakannya. Objektivitas dianggap sebagai suatu ukuran yang dapat diverifikasi kebenarannya (keabsahannya), berdasarkan pada bukti yang ada. Ukuran objektivitas juga dianggap sebagai hasil konsensus diantara kelompok tertentu yang mengamatinya atau mengukurnya.
Nilai perolehan suatu aktiva mencakup seluruh pengeluaran terkait dengan perolehan dan persiapannya sampai aktiva dapat digunakan. Jadi, di samping harga beli, pengeluaran-pengeluaran lain yang diperlukan untuk mendapatkan dan mempersiapkan aktiva harus disertakan sebagai harga perolehan. Nilai perolehan ini sifatnya obyektif, dikurangi dengan estimasi nilai residu (jika ada), merupakan dasar harga perolehan aktiva yang dapat disusutkan. Dikatakan obyektif karena sifatnya dapat diuji (diverifikasi) dan dapat dibuktikan melalui dokumen pengeluaran kas yang mendukung terjadinya transaksi perolehan aktiva tetap.
5.  Consistency Principle (Prinsip Konsistensi)
Menurut prinsip ini, transaksi dan peristiwa ekonomi yang sejenis harus dicatat dan dilaporkan dengan cara yang sama dari satu  periode ke periode berikutnya. Kegunaannya adalah agar laporan keuangan dapat diperbandingkan dan menghindari manipulasi terhadap laporan laba rugi dan neraca melalui penggunaan prinsip yang berbeda-beda.
Apabila sebuah perusahaan menerapkan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian yang serupa dari periode ke periode, maka perusahaan tersebut dianggap telah konsisten dalam menerapkan standar akuntansinya. Namun, hal ini tidak berarti bahwa perusahaan tersebut tidak boleh beralih dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi lainnya. Perusahaan dapat merubah metode akuntansinya sepanjang dapat menunjukkan bahwa metode yang baru tersebut lebih baik daripada metode sebelumnya. Kemudian, sifat dan pengaruh perubahan akuntansi serta alasannya harus diungkapkan dalam catatan laporan keuangan pada periode terjadinya perubahan.
Profesi akuntansi telah mengidentifikasi 2 kategori utama dari perubahan akuntansi, yaitu perubahan dalam estimasi akuntansi dan perubahan dalam prinsip akuntansi. Berdasarkan SFAS No. 154 tentang "Accounting Changes and Error Corrections/Perubahan Akuntansi dan Koreksi Kesalahan" (FASB, 2005), sebagai pengganti dari APB Opinion No. 20 tentang "Accounting Changes” (AICPA, 1971), berikut adalah prosedur akuntansi yang diterapkan apabila terjadi perubahan dalam estimasi akuntansi dan prinsip akuntansi.
Bertentangan dengan apa yang kebanyakan orang yakini, informasi akuntansi sesungguhnya tidak selalu dapat diukur dan dilaporkan secara tepat. Juga, agar dapat dilaporkan secara tepat waktu untuk pengambilan keputusan, data akuntansi sering didasarkan pada estimasi atas peristiwa yang belum terjadi. Laporan keuangan sering berisi estimasi-estimasi, dimana didasarkan pada pertimbangan profesional terbaik yang diberikan oleh informasi yang tersedia pada saat itu.
Akan tetapi, di kemudian hari, dengan adanya tambahan pengalaman atau temuan fakta yang baru, kadang-kadang estimasi tersebut perlu direvisi agar dapat secara lebih akurat menggambarkan keadaan lingkungan bisnis yang sesungguhnya. Ketika ini terjadi, perubahan dalam estimasi akuntansi terjadi. Contoh area dimana perubahan dalam estimasi akuntansi sering diperlukan adalah dalam penetapan besarnya nilai residu dari aktiva yang dapat disusutkan, besarnya estimasi kewajiban garansi, jumlah kandungan mineral yang dapat disusutkan, dan asumsi aktuarial dalam penghitungan besarnya manfaat dan kewajiban pensiun.
Seluruh perubahan dalam estimasi akuntansi seharusnya hanya tercermin dalam periode berjalan dan periode berikutnya. Tidak ada penyesuaian yang berlaku surut (retroactive adjustments) maupun penyajian kembali laporan keuangan (restated financial statements). Perubahan dalam estimasi akuntansi dianggap sebagai bagian dari proses akuntansi yang normal. Pengungkapan secara memadai dalam catatan laporan keuangan diperlukan untuk membantu pengguna (pembaca) memahami dampak dari perubahan estimasi.
Perusahaan dapat memilih dari alternatif prinsip akuntansi yang ada untuk menilai dan melaporkan transaksi bisnisnya. Sebagai contoh, untuk tujuan pelaporan keuangan, perusahaan dapat menilai persediaannya menggunakan metode FIFO, LIFO, atau biaya rata-rata. Perusahaan seharusnya tidak mengubah prinsip akuntansi dari satu periode ke periode berikutnya karena penggunaan prinsip akuntansi secara konsisten dapat meningkatkan utilitas (manfaat) laporan keuangan bagi pemakainya, dengan memberikan kemungkinan untuk dilakukannya analisis dan pemahaman atas data akuntansi komparatif. Perusahaan dapat mengubah prinsip akuntansinya sepanjang dapat memberikan alasan yang membenarkan dilakukannya perubahan tersebut. Untuk perubahan dalam prinsip akuntansi, laporan keuangan periode sebelumnya akan disajikan kembali untuk mencerminkan prinsip yang baru, dan efek kumulatif dari perubahan akan dicatat langsung sebagai penyesuaian atas saldo awal laba ditahan.
Beberapa perubahan dalam prinsip akuntansi secara aktual hanyalah merupakan bentuk lain dari perubahan estimasi. Sebagai contoh, jika perusahaan mengubah metode penyusutannya, sesungguhnya perusahaan mengubah perkiraan (estimasi) pola pemakaian aktivanya. Menurut Pernyataan FASB No. 154, perubahan dalam metode penyusutan akan diperlakukan sebagai perubahan estimasi. Dalam hal ini, tidak ada usaha yang dilakukan untuk kembali ke belakang, sehingga tidak perlu mengubah besarnya penyusutan yang telah dilaporkan dalam periode-periode sebelumnya. Perubahan metode penyusutan ini seharusnya hanya tercermin dalam periode berjalan dan periode berikutnya.
6.  Disclosure Principle (Prinsip Pengungkapan)
Agar pelaporan keuangan menjadi lebih efektif dan tidak menyesatkan, seluruh informasi yang relevan seharusnya disajikan dengan cara yang tidak memihak, dapat dipahami, dan tepat waktu. Inilah yang dikenal sebagai prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle). Dalam memutuskan informasi apa yang akan dilaporkan, pembuat laporan keuangan harus memperhatikan kecukupan informasi yang dapat mepengaruhi penilaian dan keputusan pemakai.Para pembuat laporan keuangan seharusnya dapat memilah-milah dan menggunakan berbagai pertimbangan yang ada di dalam menentukan pelaporan informasi yang sesuai dengan prinsip pengungkapan penuh. Yang penting, informasi yang dilaporkan harus dapat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan kelak.
Prinsip pengungkapan mengindikasikan agar laporan keuangan dirancang dan disajikan sedemikian rupa (berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum) sebagai kumpulan gambaran dari transaksi dan peristiwa ekonomi  yang mempengaruhi perusahaan untuk satu periode, dan berisi cukup informasi yang mudah dipahami serta tidak membuat pemakai umum maupun investor dan kreditur menjadi salah tafsir. Dengan prinsip pengungkapan ini, diharapkan agar investor yang memiliki pengetahuan rata-rata tidak menjadi keliru dalam menafsir isi laporan keuangan, oleh karena itu tidak boleh ada informasi penting atau kebutuhan informasi rata-rata investor yang hilang atau disembunyikan.
7. Conservatism Principle (Prinsip Konservatisme)
Prinsip konservatisme secara historis telah menjadi pedoman bagi banyak praktek akuntansi. Menurut prinsip konservatisme ini, ketika kerugian terjadi maka seluruh kerugian tersebut akan langsung diakui meskipun belum terealisasi, akan tetapi ketika keuntungan terjadi maka keuntungan yang belum terealisasi tidaklah akan diakui. Konservatisme, jika diaplikasikan secara tepat, akan menyediakan pedoman yang rasional (jangan menyajikan angka laba bersih dan aktiva yang terlalu tinggi).
Kendala penting lainnya yang kurang dominan, namun merupakan bagian dari lingkungan pelaporan keuangan adalah konservatisme. Prinsip konservatisme membuat pembatasan pada penyajian data akuntansi yang relevan dan terpercaya. Dengan prinsip ini, apabila akuntan dihadapkan untuk memilih satu diantara dua atau lebih metode akuntansi yang sama-sama diterima atau berlaku umum, maka akuntan harus mengutamakan pilihan yang akan memberikan pengaruh keuntungan yang paling kecil pada ekuitas. Prinsip ini menggambarkan sikap pesimis sewaktu memilih metode akuntansi yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Bahkan menurut FASB, prinsip konservatisme ini timbul sebagai reaksi balik atau sikap kehati-hatian akuntan terhadap ketidakpastian.
Contoh penerapan prinsip konservatisme dalam akuntansi adalah metode harga yang terendah antara harga perolehan dengan harga pasar (lower of cost or market method) yang digunakan untuk  menilai persediaan. Metode LCM mengakui penurunan nilai persediaan yang meskipun belum terealisasi, akan tetapi tidak mengakui kenaikan nilai persediaan yang belum terealisasi. Belum terealisasi di sini berarti bahwa persediaan belum terjual dan masih ada sebagai persediaan akhir. Contoh lainnya dari penerapan prinsip konservatisme dalam akuntansi adalah metode pencadangan yang digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, dimana piutang usaha dilaporkan dalam neraca sebesar jumlah yang lebih realistis (dan lebih rendah) sehingga mencerminkan dengan lebih baik jumlah piutang yang sesungguhnya dapat ditagih.
8.  Materiality Principle (Prinsip Materialitas)
Materialitas berkaitan dengan dampak dari suatu item terhadap hasil operasi dan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Pedoman kuantitatif mengenai materialitas masih sangat kurang, sehingga akuntan harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan apakah suatu item material atau tidak. Secara teori, suatu item akan dianggap material jika pencantuman atau pengabaian item tersebut mempengaruhi atau mengubah penilaian dari seorang pengguna laporan keuangan. Karena itu, tidaklah material dan juga tidak relevan apabila pencantuman atau pengabaian suatu item tidak memiliki dampak terhadap pengambil keputusan. Sekali lagi, sangatlah sulit untuk dapat menyediakan pedoman yang jelas dalam menilai kapan suatu item tertentu dianggap material atau tidak, karena ukuran atau tingkat materialitas sangatlah bervariasi dan relatif.
Dalam Pernyataan APB No 4, secara jelas  disebutkan bahwa laporan keuangan hanya berisi informasi yang dianggap cukup penting (material) dalam mempengaruhi penilaian dan keputusan. Materialitas merupakan masalah pertimbangan profesional, dimana pos-pos tertentu akan dianggap material jika informasi yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan. Tingkat materialitas ditentukan oleh auditor atas dasar case by case, dimana ukurannya ini akan dapat sangat bervariasi diantara sesama auditor, antar perusahaan, dan bahkan oleh auditor yang sama dalam waktu yang berbeda. Pengguna eksternal laporan keuangan biasanya tidak diberitahu mengenai tingkat materialitas yang digunakan oleh auditor. Akan tetapi, ada indikasi kuat bahwa SEC nantinya akan menyeragamkan dan memperketat aturan mengenai standar materialitas.



9.  Uniformity and Comparability  Principle (Prinsip Keseragaman dan Keterbandingan)
Informasi tentang sebuah perusahaan akan menjadi lebih berguna jika bisa diperbandingkan dengan informasi serupa menyangkut perusahaan lain pada periode waktu yang sama atau dengan informasi serupa dari perusahaan yang sama pada periode waktu yang berbeda. Informasi dari berbagai perusahaan dianggap memiliki daya banding jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai mengidentifikasi persamaan dan perbedaan  yang nyata dalam peristiwa ekonomi antar perusahaan.
Sesungguhnya, hakekat dari komparabilitas adalah bahwa informasi akan menjadi lebih berguna ketika informasi tersebut dapat dikaitkan dengan sebuah patokan (standar). Perbandingan dapat dilakukan dengan informasi serupa dari perusahaan lain yang berada dalam satu industri yang sama atau dikaitkan dengan data industri (sebagai patokan) pada periode waktu yang sama atau dengan informasi serupa dari perusahaan yang sama tetapi untuk periode waktu yang berbeda. Komparabilitas data akuntansi untuk perusahaan yang sama pada periode waktu yang berbeda memerlukan konsistensi. Komparabilitas mengharuskan peristiwa yang sama diperlakukan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan dari perusahaan yang berbeda pada periode waktu yang sama (memerlukan keseragaman metode) dan untuk perusahaan tertentu/perusahaan yang sama pada periode waktu yang berbeda (memerlukan konsistensi).





2.3     Standar (Teknik) Akuntansi
Akuntansi memiliki kerangka teori konseptual yang menjadi dasar bagi pelaksanaan teknik-tekniknya. Kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar (teknik) dan praktek yang sudah diterima umum karena kegunaan dan kelogisannya. Standar atau teknik akuntansi adalah peraturan-peraturan khusus yang dijabarkan dari prinsip dasar akuntansi, yang mengatur tentang bagaimana standar perlakuan pencatatan dan pelaporan terhadap semua transaksi dan peristiwa ekonomi yang terjadi dalam perusahaan. Inilah yang sebenarnya digambarkan oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia, Generally Accepred Accounting Principles (GAAP) Amerika, dan APB Statement (yang kemudian terakhir menjadi FASB Statement).
Standar ini diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan yang  baku. Dengan adanya standar ini, pihak manajemen selaku pengelola dana dan aktivitas perusahaan dapat mencatat, mengikhtisarkan, dan melaporkan seluruh hasil kegiatan operasional maupun finansial perusahaan secara baku dan transparan. Laporan keuangan yang telah disusun manajemen berdasarkan standar/prinsip akuntansi yang berlaku umum ini merupakan salah satu bentuk dari pertanggungjawaban manajemen kepada investor selaku pemilik dana.
Standar akuntansi mencakup konvensi, peraturan, dan prosedur yang telah disusun dan disahkan oleh sebuah lembaga resmi (badan pembentuk standar) pada saat tertentu. Standar ini merupakan konsensus pada saat itu tentang cara pencatatan sumber-sumber ekonomi, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan pelaporannya dalam bentuk laporan keuangan. Dalam standar ini dijelaskan transaksi apa yang harus dicatat, bagaimana mencatatnya, dan bagaimana mengungkapkannya dalam laporan keuangan yang akan disajikan. Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam dunia profesi akuntansi, termasuk bagi para pemakai laporan keuangan. Standar akuntansi ini akan secara terus-menerus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dunia usaha, dan kemajuan teknologi.
Belkaoui (1985) mengemukakan alasan pentingnya standar akuntansi yang baku, yaitu:
1)   Dapat menyajikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan kegiatan perusahaan yang dapat dipercaya kebenarannya dan memiliki daya banding.
2)   Memberikan pedoman (arahan) bagi akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya secara hati-hati dan independen.
3)   Memberikan basis data kepada pemerintah tentang berbagai informasi yang dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan, perencanaan dan pengaturan ekonomi, dan peningkatan efisiensi ekonomi, serta tujuan-tujuan makro lainnya.
4)   Menarik perhatian para ahli dan praktisi di bidang teori dan standar akuntansi. Dengan semakin banyak standar yang diterbitkan, maka akan semakin banyak pula terjadi kontroversi, yang pada akhirnya membuat ruang untuk perdebatan dan dilakukannya penelitian demi pengembangan standar akuntansi yang baru.

Mengenai pihak-pihak yang dianggap memiliki peranan yang besar dalam proses perumusan standar akuntansi, Belkaoui (1985) membaginya ke dalam tiga fase sebagai berikut:
1.    Fase peran manajemen (1900-1933)
Dalam periode ini, manajemen dianggap memiliki peranan yang besar  dalam perumusan standar akuntansi. Peranan ini muncul sebagai akibat dari bertambahnya investor dan peranannya yang besar dalam pengembangan perusahaan. Dengan adanya pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen telah menimbulkan kekuasaan besar pada manajemen untuk mengelola dan mengendalikan perusahaan. Laporan keuangan disiapkan oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada pemilik.
Teori akuntansi yang dianut selalu dilatarbelakangi oleh konsep "smooth earnings", dimana penyajian atas besarnya laba dari satu periode ke periode berikutnya dilakukan sedemikian rupa agar terlihat tidak terlalu berfluktuasi, melainkan tampak stabil atau tidak bergejolak tajam (laba yang diperhalus).
Dalam periode ini, masalah-masalah (akuntansi) rumit yang timbul selalu dihindarkan dan dicari solusinya yang termudah. Dalam periode ini juga, laporan keuangan antar perusahaan tidak dapat diperbandingkan, karena beberapa perusahaan yang berbeda menerapkan teknik atau standar akuntansi yang berlainan untuk mencatat transaksi yang sama.
2.    Fase peran profesi (1933-1973)
Dalam periode ini, perumusan standar akuntansi didominasi oleh profesi, dimana organisasi mulai tumbuh dan berkembang dengan pesat. Dalam periode ini pula (tahun 1934), SEC untuk pertama kalinya dibentuk, dimana peran utamanya adalah mengatur penerbitan dan transaksi perdagangan sekuritas oleh emiten kepada khalayak ramai (publik). Atas desakan SEC, pada tahun 1939 AICPA membentuk Committee on Accounting Procedur (CAP).  CAP yang beranggotakan akuntan praktisi, menerbitkan 51 Accounting Research Bulletins (Buletin Penelitian Akuntansi) yang menangani berbagai masalah akuntansi sepanjang tahun 1939 sampai dengan tahun 1959.
Pada tahun 1959, AICPA mendirikan Dewan Prinsip Akuntansi (APB). Tugas utama dari APB adalah mengajukan rekomendasi secara tertulis mengenai teknik akuntansi, menentukan praktek akuntansi yang tepat, dan mempersempit celah perbedaan-perbedaan yang ada serta ketidak konsistenan yang terjadi dalam praktek akuntansi saat itu. Anggota APB yang berjumlah 18 hingga 21 orang, sebagian besar merupakan akuntan publik, ditambah dengan wakil-wakil dari industri, dan akademisi. Untuk mendukung tugas utamanya, APB mengembangkan kerangka kerja konseptual akuntansi secara menyeluruh demi membantu memecahkan masalah yang timbul saat itu, serta juga melakukan penelitian-penelitian atas substansi berbagai masalah akuntansi yang ada. Atas dasar hasil studi riset inilah, APB mengeluarkan ketetapan-ketetapan, yang kemudian dikenal sebagai opini APB. Sejak awal berdirinya APB tahun 1959 sampai dengan dibubarkannya pada tahun 1973, APB telah mengeluarkan 31 opini.


Dalam periode ini, asosiasi dan organisasi profesi masih belum yakin terhadap kerangka teori yang ada, dimana kekuatan atau otoritasnya juga tidak jelas. Oleh sebab itu, banyak sekali alternatif yang timbul, yang pada akhirnya menciptakan fleksibelitas dalam penerapan standar akuntansi. 
3.    Fase politisasi (1973- sekarang)
Berbagai kelemahan yang ada pada fase peranan manajemen dan profesi telah menimbulkan kecenderungan pada lahirnya metode yang lebih bersifat deduktif dan politisasi (adanya keikutsertaan pemerintah) dalam perumusan standar akuntansi. Pada fase ini, FASB untuk pertama kalinya dibentuk, yang merupakan peleburan dari unsur praktisi, bisnis, akademisi, dan lembaga formal.
FASB merupakan organisasi sektor swasta yang bertanggung jawab dalam pembentukan standar akuntansi di Amerika Serikat saat ini. FASB didirikan pada tahun 1973, menggantikan APB. FASB beranggotakan 7 orang purna-waktu (full time) dan mendapat gaji untuk masa tugas 5 tahun, serta dapat diperpanjang. Anggota FASB berasal dari berbagai latar belakang (audit, akuntansi korporasi, jasa keuangan, dan akademisi). Berbeda dengan anggota APB yang dimana sebagian besarnya harus merupakan akuntan publik dan anggota AICPA;  dewasa ini anggota FASB tidak harus seorang akuntan publik.
Watts dan Zimmerman melalui penelitiannya mencari hubungan antara ukuran perusahaan dengan penolakan atau penerimaan perusahaan atas diberlakukannya sebuah standar/metode akuntansi tertentu. Biasanya perusahaan yang tergolong besar dan memiliki tingkat bonafiditas yang tinggi akan ikut berperan (melakukan intervensi) di dalam mempengaruhi serta menentukan proses publikasi atas sebuah standar akuntansi yang baru. Perusahaan ini tentu saja tidak begitu saja dapat dengan mudah secara "gratis" mempengaruhi keputusan para pembuat standar tetapi perlu mengeluarkan atau mengorbankan "biaya politik" sebagai sarana untuk melobi para pembuat standar demi mengakomodir kepentingan perusahaannya.

BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Aturan dan teknik akuntansi yang ada didasarkan pada pondasi teori akuntansi. Pondasi ini dibentuk dari elemen-elemen hirarki yang berfungsi sebagai kerangka acuan atau struktur teoritis. Pendekatan dan metodologi apapun yang digunakan dalam penyusunan teori akuntansi, rerangka acuan atau struktur teori yang dihasilkan didasarkan pada serangkaian elemen dan hubungan yang mengatur pengembangan teknik akuntansi.
Struktur teori akuntansi terdiri dari beberapa elemen sebagai berikut :
1.    Pernyataan tujuan laporan keuangan.
2.    Pernyataan postulat dan konsep teroritis akuntansi yang terkait dengan asumsi-asumsi lingkungan dan sifat unit akuntansi. Postulat dan konsep teoritis diturunkan dari pernyataan tujuan.
3.    Pernyataan tentang prinsip-prinsip dasar yang didasarkan pada postulat dankonsep teroritis.
4.  Batang tubuh teknik-teknik akuntansi yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntansi.
3.2     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Hery. 2017. “Teori Akuntansi : Pendekatan Konsep dan Analisis”. Jakarta : PT Grasindo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar