MAKALAH
TEORI AKUNTANSI
“NERACA DAN CATATAN LAPORAN KEUANGAN”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
1. MAWADDA TURAHMA
(1710091510657)
2. RAHMAWATI OCTAFIA
(1710091510677)
S1
AKUNTANSI V/A
DOSEN PEMBIMBING: HELMIATI, SE, M, Ak
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) - BANGKINANG
BANGKINANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, puja dan puji
hanya layak tercurahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas semua limpahan
nikmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia istimewa yang seluruh
perilakunya layak diteladani.
Makalah ini dibuat dalam
rangka mengikuti Program Pembelajaran Teori
Akuntansi mengenai Neraca dan Catatan Laporan Keuangan.
Banyak kesulitan dan
hambatan yang penulis hadapi dalam membuat makalah ini tetapi dengan semangat
dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis
mampu menyelesaikan tugas mandiri ini dengan baik dan tepat pada waktunya, oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Ibu
Helmiati, SE, M. Ak selaku Dosen Pengajar.
Penulis menyimpulkan bahwa
makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu Penulis menerima saran dan
kritik, guna kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat khususnya bagi Penulis dan
Pembaca pada umumnya.
Bangkinang Kota, 12 Oktober 2019
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 3
1.1
LATAR BELAKANG............................................................................ 3
1.2
RUMUSAN MASALAH........................................................................ 3
1.3
TUJUAN PENULISAN......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 5
2.1
KEGUNAAN (ANALISIS) NERACA................................................... 5
2.2
KETERBATASAN NERACA................................................................ 7
2.3
KOMPONEN NERACA....................................................................... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 13
3.1
KESIMPULAN...................................................................................... 13
3.2
SARAN.................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam sebuah
perusahaan atau lembaga keuangan, laporan keuangan merupakan suatu komponen
yang paling penting dalam menjalankan kegiatannya, salah satunya adalah laporan
neraca, dengan membuat neraca perusahaan dapat membuat laporan laba rugi dan
perubahan modal. Karena begitu pentingnya maka dalam menyusun neraca harus
teliti dalam memasukkan dan memperkirakan akun-akun yang ada. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini akan dibahas mengenai kegunaan/analisis neraca,
keterbatasannya serta komponen-komponen neraca.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang permasalahan diatas, maka dapat diambil rumusan permasalahan
sebagai berikut :
1.
Kegunaan
(Analisis) Neraca
2.
Keterbatasan
Neraca
3.
Komponen
Neraca
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Untuk memaparkan mengenai
kegunaan neraca
2.
Untuk memaparkan mengenai
keterbatasan neraca
3.
Untuk memaparkan tentang apa saja
yang menjadi komponen neraca
4.
Sebagai salah satu bentuk
penyelesaian tugas selaku Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE Bangkinang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kegunaan
(Analisis) Neraca
Neraca (balance sheet) melaporkan aktiva, kewajiban,
dan ekuitas pemegang saham pada suatu tanggal tertentu. Kalau laporan laporan
laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan, maka neraca menggambarkan posisi
keuangan. Dengan menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan ekuitas
pemegang saham, neraca dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengevaluasi tingkat
likuiditas, struktur modal, dan efisiensi perusahaan, serta menghitung tingkat pengembalian
aktiva atas laba bersih.
Hubungan
antara aktiva lancar dan kewajiban lancar dapat digunakan untuk mengevaluasi
tingkat likuiditas perusahaan. Likuiditas menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Indikator yang
paling sering digunakan dalam mengukur likuiditas perusahaan adalah current ratio, yang dihitung dengan cara
membagi total aktiva lancar dengan total kewajiban lancar. Evaluasi yang
tepat atas tingkat likuiditas perusahaan meliputi perbandingan antara besarnya current ratio untuk periode berjalan
dengan current ratio periode
sebelumnya, dan juga membandingkan antara current
ratio perusahaan dengan current ratio
perusahaan lain yang berada dalam industri yang sama. Persyaratan current ratio minimum sering kali diperlukan
dalam kontrak perjanjian utang. Jika besarnya current ratio berada di bawah tingkat tertentu yang disyaratkan,
maka dapat berakibat pada batalnya pinjaman dan atau memerlukan pembayaran kembali
pinjaman dengan segera. Dengan adanya batasan dalam current ratio minimum, seringkali membuat atau memaksa debitur
untuk selalu berusaha mempertahankan tingkat likuiditasnya. Ini dilakukan
tidak lain adalah untuk memberikan kepastian atau jaminan kepada kreditur bahwa
pinjaman tersebut akan dibayarkan kembali (dilunasi) pada saat jatuh tempo.
Secara
historis, perusahaan yang memiliki current
ratio di bawah 2,0 menggambarkan bahwa perusahaan tersebut kemungkinan memiliki
masalah likuiditas. Namun dalam praktek saat ini, perusahaan yang sukses
bahkan seringkali memiliki current ratio
kurang dari 1,0. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi informasi,
perusahaan akan mengurangi kebutuhan untuk memegang uang kas dalam jumlah besar,
dan tidak menumpuk persediaan barang dagangannya di gudang. Perusahaan
besar justru akan lebih cenderung memanfaatkan kelebihan uang kasnya yang tidak
terpakai dengan cara melakukan ekspansi bisnis, pembukaan kantor cabang baru,
memperbanyak aktiva produktif, dan lain sebagainya. Demikian juga, dalam rangka
efisiensi biaya, perusahaan biasanya akan lebih memilih untuk membeli persediaan
barang dagangan pada saat dibutuhkan, daripada menumpuk barang di gudang. Hal
ini akan mungkin dilakukan apabila adanya hubungan yang baik serta kepastian
kontrak yang jelas antara perusahaan dengan pemasok mengenai jumlah kebutuhan
dan tata laksana pemesanan barang. Manajemen kas yang baik dan penerapan
sistem persediaan just-in-time (tepat-waktu) dapat
memperkecil jumlah aktiva lancar. Di samping itu, dengan sistem persiapan just-in-time ini (membeli persediaan
barang dagangan pada saat dibutuhkan) akan membuat perusahaan menjadi hemat,
karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk kepentingan penyimpanan
barang.
Rasio lainnya
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan adalah quick ratio, yang dikenal juga sebagai acid-test rasio. Rasio ini
dihitung dengan cara membagi quick assets
(yang berupa kas, sekuritas investasi, dan piutang bersih) dengan total kewajiban
lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban
jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang dapat dikonversi
menjadi kas tanpa mengalami kesulitan. Kreditur (bankir atau supplier) biasanya akan memberikan pinjaman atau kredit kepada perusahaan yang memiliki current ratio dan quick ratio yang tinggi.
menjadi kas tanpa mengalami kesulitan. Kreditur (bankir atau supplier) biasanya akan memberikan pinjaman atau kredit kepada perusahaan yang memiliki current ratio dan quick ratio yang tinggi.
Di sisi lain,
ingat kembali bahwa mempertahankan current
ratio yang tinggi secara berkelanjutan akan berdampak pada penggunaan
sumber daya perusahaan yang tidak efisien. Memiliki kelebihan sekuritas
investasi memang akan meningkatkan current
ratio dan quick ratio perusahaan sehingga
membuat yakin kreditur, akan tetapi sumber daya yang digunakan untuk membeli
kelebihan sekuritas ini mungkin akan lebih baik jika digunakan untuk membeli aktiva
produktif, melunasi pinjaman, dan sebagainya.
Membandingkan
jumlah kewajiban dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan
sejauh mana dana yang dipinjam telah digunakan untuk membeli aktiva. Rasio
yang membandingkan total kewajiban dengan total aktiva dinamakan debt ratio. Rasio ini juga seringkali
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajibannya. Semakin
tinggi debt ratio maka semakin besar
pula kemungkinan perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya. Ketentuan
umumnya adalah bahwa perusahaan seharusnya memiliki debt ratio kurang dari 0,5 namun perlu diingat bahwa ketentuan ini
dapat bervariasi tergantung pada masing-masing jenis industri.
Neraca dapat
juga digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi seberapa efisien aktiva
perusahaan telah digunakan dalam menciptakan pendapatan atau penjualan. Rasio
keuangan yang mengukur efisiensi perusahaan secara keseluruhan ini dinamakan asset turn over ratio. Rasio ini
dihitung dengan cara membagi pendapatan atau penjualan dengan total aktiva. Jika
perusahaan memiliki asset turnover ratio
sebesar 2,0 maka berarti bahwa setiap satu rupiah dari aktiva mampu
menghasilkan atau menciptakan Rp. 2,- dalam pendapatan atau
penjualan. Semakin tinggi asset
turnover ratio, maka semakin efisien perusahaan menggunakan aktivanya dalam
menciptakan pendapatan atau penjualan.
Yang
terakhir, informasi yang terkandung dalam neraca juga dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menghitung besarnya tingkat pengembalian aktiva atas laba
bersih. Informasi ini sesungguhnya memberikan gambaran kepada pemakai laporan
keuangan mengenai tingkat profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Rasio
keuangan yang sering digunakan untuk menilai profitabilitas perusahaan secara
keseluruhan adalah return on assets. Perusahaan
membeli aktiva dengan maksud untuk menggunakannya dalam menghasilkan keuntungan
(laba). Return on assets
dihitung dengan cara membagi laba bersih dengan total aktiva. Jika
perusahaan memiliki return on assets
sebesar 10%, maka berarti bahwa setiap satu rupiah dari aktiva mampu
menghasilkan atau menciptakan Rp. 0,1 dalam laba bersih.
2.2 Keterbatasan
Neraca
Neraca harus dapat
secara memadai dan akurat mencerminkan aktiva dan kewajiban perusahaan. Pengguna
laporan keuangan seharusnya dapat memanfaatkan neraca untuk memperoleh gambaran
yang cukup mengenai suatu perusahaan. Namun pada kenyataannya banyak
sekali keterbatasan-keterbatasan yang terkandung dalam neraca, diantaranya
adalah kecenderungan untuk mengabaikan efek inflasi, tidak mencerminkan nilai
perusahaan saat ini (current value of
entity), tidak mengungkap seluruh aktiva dan kewajiban perusahaan, serta
kurangnya memiliki daya banding.
Biaya
historis yang dilaporkan dalam neraca tidak pernah disesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam daya beli (purchasing
power) dari unit yang diukur. Hasilnya adalah neraca yang mencerminkan
aktiva, kewajiban, dan ekuitas dalam satuan unit daya beli yang tidak sama. Variasi
daya beli atas jumlah-jumlah yang dilaporkan dalam neraca ini telah membuat perbandingan
diantara perusahaan, dan bahkan dalam satu perusahaan yang sama menjadi kurang
bermakna.
Konsep biaya
historis atau historical cost accounting
yang diterapkan dalam neraca telah menjadikan efek inflasi diabaikan, sesuai dengan
asumsi stable monetary unit, di mana
daya beli dianggap konstan. Karena banyak aktiva yang dilaporkan dalam neraca
sebesar biaya historis, dimana biasanya biaya historis ini nilainya relatif
lebih kecil dibanding nilai pasarnya, maka neraca pada umumnya tidak dapat
menggambarkan nilai perusahaan atau kondisi kekayaan perusahaan yang sebenarnya
pada saat ini.
Ketidakmampuan
untuk mengakui seluruh aktiva dalam neraca telah menghasilkan neraca yang hanya
menunjukkan sedikit posisi keuangan yang sebenarnya. Banyak intangible economic assets, seperti reputasi
produk atau jasa unggulan tidak diakui dalam neraca, karena tidak dapat diukur
dalam satuan unit moneter. Sebagai contoh, sebuah perusahaan manufaktur
obat yang sangat besar seperti Merck, yang tidak menunjukkan adanya aktiva yang
terkait dengan terobosan (inovasi) atas produk baru mereka dalam
neracanya. Selain itu, kehebatan dan peningkatan yang luar biasa dari
nilai merek dagang (trade mark) Coca
Cola juga tidak tercermin sebagai aktiva dalam laporan keuangan (neraca)
periodik mereka. Belum lagi kekayaan intelektual (intellectual property) yang tidak dicatat sebagai aktiva di neraca,
contohnya adalah yang terjadi pada perusahaan software yang besar seperti
Microsoft, dimana perusahaan ini sahamnya bernilai milyaran dolar namun dengan
tampilan isi neraca yang membuat mereka seolah-olah tampak terlihat seperti perusahaan
yang jauh lebih kecil dari kondisi yang sebenarnya. Aktiva-aktiva yang
sangat penting tadi (memiliki nilai yang sangat signifikan) tidak akan pernah
dijumpai dalam neraca mereka, apalagi yang namanya human assets (seperti dalam kesebelasan sepak bola atau liga bola
basket)
Satu dari
keterbatasan neraca lainnya adalah meningkatnya penggunaan off-balance-sheet financing. Hal ini juga merupakan masalah
bagi profesi akuntansi yang dihadapi pada saat ini, di mana perusahaan pada
umumnya enggan untuk mengungkap seluruh kewajibannya dengan maksud untuk
membuat posisi keuangan mereka seolah-olah tampak lebih kuat (lebih
baik). Secara tradisional, leasing
telah menjadi salah satu dari kebanyakan bentuk off-balance-sheet financing lainnya.
Keterbatasan
lainnya dari neraca adalah terkait dengan kebutuhan daya banding, yaitu bahwa
seluruh perusahaan tidak mengklasifikasikan dan melaporkan seluruh item yang sama
dengan cara yang sama. Sebagai contoh, nama dan klasifikasi akun yang
berbeda; beberapa perusahaan memberikan lebih terperinci dari pada yang
lainnya; dan beberapa perusahaan dengan transaksi yang sama melaporkan
secara berbeda. Perbedaan ini telah membuat perbandingan menjadi sulit dan
mengurangi nilai potensi dari analisis neraca.
Untuk
kebutuhan akuntansi (pelaporan keuangan) di masa mendatang mungkin perlu
dipikirkan cara baru agar supaya apa yang dilaporkan dalam neraca dapat menjadi
lebih relevan atau dapat memberikan gambaran mengenai nilai perusahaan yang sesungguhnya. Profesi
akuntansi perlu memikirkan teknik pengakuan dan pengukuran atas soft assets ini, di samping kebutuhan
akan pengungkapan (disclosures) yang
memadai, termasuk tindakan antisipasi terhadap penggunaan off-balance-sheet financing.
2.3 Komponen
Neraca
Tiga komponen
neraca adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas (modal).
Aktiva adalah
manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan, yang diperoleh atau dikendalikan
oleh entitas sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu.
Utang adalah
pengorbanan atas manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan, yang
timbul dari kewajiban entitas pada saat ini, untuk menyerahkan aktiva atau memberikan
jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa
di masa lalu.
Ekuitas adalah
kepemilikan atau kepentingan residu dalam aktiva entitas, yang masih tersisa
setelah dikurangi dengan kewajibannya.
Berdasarkan definisi
di atas, berikut adalah beberapa penjelasan yang terkait dengan aktiva, utang,
dan ekuitas :
§ Mungkin terjadi
Akuntansi adalah bukan ilmu pasti dan kegiatan bisnis yang
dijalankan oleh perusahaan selalu diliputi oleh ketidakpastian.
§ Manfaat
ekonomi di masa depan.
Walaupun neraca meringkas hasil dari transaksi dan peristiwa
masa lalu, tetapi tujuannya tidak lain adalah untuk membantu memprediksi masa
depan.
§ Diperoleh
atau dikendalikan.
Akuntan memiliki ungkapan "substansi mengungguli
bentuk", yang berarti bahwa laporan keuangan yang seharusnya mencerminkan substansi
ekonomi yang mendasarinya, bukan pada bentuk hukumnya. Jika perusahaan secara ekonomi
mengendalikan manfaat ekonomi di masa depan dari suatu item, maka item tersebut
akan dikualifikasi sebagai aktiva, baik apakah dimiliki atau tidak secara
hukum.
Jadi, meskipun sebuah aktiva secara hukum dikatakan telah
dijual, namun apabila secara fisik masih dipergunakan manfaatnya oleh
perusahaan, maka aktiva tersebut tetap akan masuk (diperhitungkan) dalam neraca
perusahaan sebagai aktiva.
§ Menyerahkan
aktiva atau memberikan jasa
Kebanyakan utang melibatkan kewajiban untuk menyerahkan
aktiva di masa mendatang. Akan tetapi, kewajiban untuk memberikan jasa adalah
juga termasuk utang. Contohnya adalah pendapatan yang diterima di muka
atas pembayaran uang sekolah (tuition fee).
§ Transaksi
atau peristiwa di masa lalu.
Aktiva dan utang timbul dari transaksi atau peristiwa yang
terjadi terjadi.
Aktiva meliputi
pos-pos atau item-item keuangan seperti kas, piutang, dan investasi dalam instrumen
keuangan. Aktiva juga meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan
memberikan manfaat ekonomi di masa mendatang. Sebagai contoh, pengeluaran-pengeluaran
yang dilakukan untuk membeli persediaan, peralatan, dan paten, yang diperkirakan
akan membantu menciptakan pendapatan di periode mendatang. Kebanyakan
aktiva diukur dengan menggunakan biaya historis. Utang meliputi
kewajiban-kewajiban dengan jumlah yang dinyatakan dalam satuan unit moneter
yang tepat, seperti utang usaha dan utang jangka panjang. Jumlah kewajiban
lainnya harus diestimasi berdasarkan pada perkiraan mengenai peristiwa yang akan
terjadi di masa depan. Jenis kewajiban ini meliputi jaminan produk dan
kewajiban pensiun.
Jumlah total kewajiban
mengukur jumlah aktiva perusahaan yang menjadi milik atau tuntutan kreditur. Sedangkan
jumlah total ekuitas mengukur jumlah aktiva perusahaan yang masih tersisa
(setelah klaim
kreditur) dan menjadi hak atau tuntutan pemilik perusahaan. Ekuitas merupakan aktiva bersih perusahaan, yaitu selisih antara total aktiva dengan total kewajiban. Ekuitas timbul dari setoran atau investasi pemilik, dan akan bertambah dengan adanya laba bersih, serta berkurang dengan adanya rugi bersih dan distribusi kepada pemilik (prive atau deviden).
kreditur) dan menjadi hak atau tuntutan pemilik perusahaan. Ekuitas merupakan aktiva bersih perusahaan, yaitu selisih antara total aktiva dengan total kewajiban. Ekuitas timbul dari setoran atau investasi pemilik, dan akan bertambah dengan adanya laba bersih, serta berkurang dengan adanya rugi bersih dan distribusi kepada pemilik (prive atau deviden).
Hubungan
antara aktiva, utang, dan ekuitas dapat dirumuskan ke dalam sebuah persamaan
akuntansi (accounting aquation)
sebagai berikut:
Assets =
Liabilities + Equity
|
Rumusan persamaan
akuntansi di atas sifatnya baku (mutlak), di mana kewajiban (liabilities) harus ditempatkan terlebih dahulu
sebelum ekuitas (equity), ini mengandung makna
bahwa kreditur memiliki hak yang pertama atas aktiva perusahaan, setelah itu
sisa aktiva yang masih ada barulah merupakan hak pemilik dana/pemegang saham.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam akuntansi keuangan, neraca atau laporan posisi keuangan adalah
bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang
dihasilkan pada suatu periode
akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut
pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas,
dan ekuitas yang
dihubungkan dengan persamaan akuntansi berikut:
Informasi yang dapat disajikan di neraca antara lain
posisi sumber kekayaan entitas dan sumber pembiayaan untuk memperoleh kekayaan
entitas tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulanan, caturwulanan, atau tahunan).
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas
jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Hery. 2017. “Teori Akuntansi : Pendekatan Konsep dan Analisis”. Jakarta
: PT Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar